Pernahkah kalian mendengar istilah sandwich generation – atau generasi sandwich..??
Mungkin bagi sebagian orang istilah ini tidak terlalu familiar ditelinga kita. Namun bagi anda yang sudah dewasa dan berencana berkeluarga atau mungkin sudah berkeluarga sendiri anda wajib tau tentang hal ini. Dan mungkin juga secara tidak sadar Anda merupakan bagian dari generasi sandwich.
Istilah sandwich generation diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, pada tahun 1981. Profesor sekaligus direktur praktikum Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS), itu memperkenalkan istilah generasi sandwich dalam jurnalnya yang berjudul “The ‘Sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging.”
Istilah ini tidak jauh maknanya dari roti sandwich yang sudah kita ketahui sebelumnya. Roti yang berisi irisan daging, sayuran, keju, dan berbagai macam saus yummy lalu diapit dengan roti di kedua sisinya. Pada intinya, generasi sandwich adalah suatu istilah yang menggambarkan posisi finansial seseorang yang terhimpit di antara dua generasi, yaitu generasi atas dan generasi bawah. Generasi atas yaitu orangtua atau mertua Anda, sedangkan generasi bawah adalah anak/keturunan Anda bahkan cucu (jika ada).
Di dalam jurnal tersebut, disebutkan Dorothy mendeskripsikan generasi sandwich sebagai generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup tidak hanya orang tua dan juga anak-anak mereka. Generasi sandwich ini rentan mengalami banyak tekanan terutama dari sisi finansial karena mereka merupakan sumber utama penyokong hidup orang tua dan juga anak-anak mereka. Mereka yang ada di middle age merasa terhimpit (sandwiched) seperti roti lapis dalam memenuhi kebutuhan orangtua dan juga anak-anak mereka, mulai dari kebutuhan harian hingga tanggung jawab kesehatan secara bersamaan.
Ada bebrapa kategori atau skenario berbeda yang mungkin dialami oleh generasi sandwich saat ini. Menurut Carol Abaya, seorang ahli isu demografi Amerika Serikat generasi sandwich terbagi menjadi 3 kelompok ini :
1. Traditional Sandwich Generation.
Mereka yang berada ditengah orang tua berusia lanjut yang masih membutuhkan bantuan termasuk finansial dan anak-anak mereka yang masih belum mandiri secara finansial (masih anak-anak)
2. Club Sandwich
Istilah ini dipakai apabila lapisan “roti” lebih meningkat. Biasanya dialami orang-orang dengan umur 40-60 tahun. Mereka yang masih memiliki orang tua untuk diasuh, juga memiliki anak dan mungkin juga sudah memiliki cucu yang masih mereka tanggung perekonomiannya. Namun dewasa ini juga sering kita temui bagi keluarga muda usia 20-40 tahun, mereka menanggung anak mereka, orang tua mereka dan juga kakek/nenek mereka.
3. Open-Faced Sandwich
Adalah mereka atau siapapun yang terlibat dalam mengasuh orang lanjut usia.
Meskipun istilah ini berasal dari barat, namun pada kenyatannya di Indonesia ini banyak yang mengalami atau termasuk dalam salah satu dari ke-tiga golongan generasi sandwich tersebut. Faktor-faktor seperti “Kultur kekeluargaan”, “Kurangnya perencanaan Finansial”, dan “Tuntutan sosial” sering menjadi penyebab dari banyaknya kasus generasi sandwich yang dialami di Negara ini.
Kultur Kekeluargaan. Indonesia masih sangat menganut paham kekeluargaan dimana seorang anak yang sudah dewasa dan bekerja, seakan wajib membalas budi orang tua dengan membiayai mereka di hari tua. Dalam budaya kita hal tersebut sudah menjadi kewajaran dan tidak sebanding dengan pengorbanan orang tua saat membesarkan kita, dan secara tidak langsung kita nantinya akan mengharapkan hal yang sama terhadap anak-anak kita, dan seolah menjadi lingkaran yang tidak akan putus jika kita tidak sadar akan perencanaan keuangan.
Menurut survey Ekonomi Nasional yang dilansir Katadata (April 2018) mengungkap sebanyak 62.64% kaum lanjut usia di Indonesia tinggal bersama anak dan cucunya. Dan fakta lain menyebutkan tinggal bersama orangtua juga rentan menimbulkan ketidakharmonisan antara mertua dan menantu yang sering menyebabkan konflik keluarga, terutama bagi keluarga muda.
Baca juga : Tips punya rumah dalam waktu 10 tahun
Kurangnya Perencanaan Finansial. Banyak sekali generasi diatas kita yang kurang paham dengan perencanaan keuangan, banyak pula orang tua menganggap bahwa anak tidak perlu tau tentang keuangan keluarga. Hal tersebut menyebabkan rasa peka anak kita nanti menjadi berkurang terhadap ekonomi keluarga dan mereka tidak mau tau untuk memikirkannya selain itu memang kewajiban orang tuanya. Lebih baik apabila jika anak sudah memasuki masa remaja, kita ajarkan pemahaman tentang keuangan keluarga, libatkan anak dalam perencanaan keuangan, terutama yang berkaitan dengan anak itu sendiri. Ajarkan anak membuat Anggaran Keuangan agar mereka lebih peka terhadap kondisi perekonomian keluarga.
Tapi sebelum itu, sebagai orang tua, pahamkah kita mengenai perencanaan keuangan itu sendiri??? Apakah kita sudah menerapkannya, dan apakah kita sudah memilikinya???
Tuntutan Sosial. Setelah kita lulus sekolah atau lulus kuliah, dan kita sudah mendapatkan pekerjaan yang mapan. Pasti ada salah seorang disekitar kita yang bilang “kapan nikah nih?”, “Kapan beli mobilnya ?” dan pertanyaan serupa lainnya. Celetukan seperti itu, meskipun hanya candaan kadang bikin gemas, dan secara emosional mempengaruhi kita untuk mengambil keputusan karena risih mendengarnya. Dan mungkin juga omongan tersebut berasal dari keluarga inti kita sendiri yang tidak sabar meminta anaknya segera menikah tanpa memberikan kesempatan untuk merencanakan persiapan jangka panjang.
Walaupun hal ini dialami baik pria dan wanita, namun pada kenyataannya masyarakat lebih memandang bahwa urusan rumah itu adalah urusan wanita. Sedangkan kaum pria sudah dianggap melaksanakan kewajibannya dengan menyisihkan sebagian penghasilan untuk istri dan keluarga. Itu sangat tidak adil karena menguruspekerjaan rumah, mengurus anak dan orang tua sekaligus sangatlah menguras energi, waktu, tenaga dan pikiran. Itulah yang menyebabkan wanita rentan stress dengan berbagai tekanan yang dialaminya, dan tidak mungkin bisa menjadi penyebab utama pertikaian keluarga.
Untuk itulah pentingnya memikirkan matang-matang perencanaan keuangan sejak dini, karena tidak bisa di pungkiri, keuangan adalah pangkal dari setiap masalah yang ada. Minimal kita harus memiliki tabungan untuk diri sendiri, setelah itu terpenuhi cobalah untuk memikirkan investasi dan tabungan dana darurat. Agar kita dapat memutus lingkaran setan atas status “Sandwich Generation” dengan tidak membebankan tanggungjawab kita ke anak-anak kita nantinya.
Bagi anda yang baru memulai belajar menabung atau investasi, BPR Trihasta Prasodjo menyediakan produk tabungan berjangka dengan berbagai macam fasilitas dan fleksibilitas yang diberikan. Menabung di BPR Trihasta Prasodjo dijamin aman karena BPR Trihasta Prasodjo dijamin oleh LPS dan juga diawasi oleh OJK. Silahkan kunjungi halaman tabungan, atau Anda bisa langsung mendaftar dengan mengunjungi situs : bprtrihasta.co.id/join/ .
Mereka yang berada ditengah orang tua berusia lanjut yang masih membutuhkan bantuan termasuk finansial dan anak-anak mereka yang masih belum mandiri secara finansial